Ramadhan dan Fiqih Momentum
Oleh : Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri
Ramadhan adalah salah satu momentum teristimewa bagi setiap insan
beriman, yang tidak boleh dilewatkan begitu saja tanpa upaya khusus
dalam mengoptimalkan pemanfaatannya, untuk melejitkan derajat iman dan
taqwa ke tingkat puncak dan jenjang tertinggi.
Dimana jika betul-betul diistimewakan dengan upaya-upaya istimewa dan
dioptimalkan pemanfaatannya dengan benar, seseorang akan bisa menggapai
ketinggian derajat keimanan yang tidak bisa digapainya dengan amal
bertahun-tahun di hari-hari biasa diluar Ramadhan. Disamping ia bisa
menutup berbagai kekurangan dan kelemahannya dalam amal dan ibadah
selama ini. Dan tersedianya momentum teristimewa seperti Ramadhan ini,
adalah salah satu bagian terindah dari keluasan rahmat Allah, yang tentu
wajib disyukuri, ya dengan apalagi kalau bukan dengan mengoptimalkan
pemanfaatannya seoptimal-optimalnya.
Manusia adalah makhluk yang sangat lemah dan terbatas kemampuannya.
Termasuk dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah yang
beriman dan taat. Sehingga andai amal saleh setiap orang beriman itu
ditimbang dan dinilai apa adanya sesuai kadar amal itu sendiri, maka
tidak akan ada seorangpun yang bisa selamat dari neraka dan beruntung
masuk surga, dengan hanya mengandalkan amal dan ibadahnya saja. Kecuali
jika Allah melimpahkan rahmat-Nya dan mencurahkan karunia-Nya kepada
hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki.
“Allah hendak memberikan keringanan kepada kalian, dan manusia itu diciptakan bersifat lemah” (QS. An-Nisaa’: 28).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَارِبُوا وَسَدِّدُوا وَاعْلَمُوا
أَنَّهُ لَنْ يَنْجُوَ أَحَدٌ مِنْكُمْ بِعَمَلِهِ“،
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْتَ؟ قَالَ: “وَلَا أَنَا إِلَّا
أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ مِنْهُ وَفَضْل” (رواه مسلم).
”Dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Berusahalah secara optimal, istiqamahlah, dan ketahuilah
bahwa sesungguhnya tidak seorang pun dari kalian yang bisa selamat (dari
ancaman siksa) hanya karena amalnya saja” Mereka bertanya: “Tidak juga
Engkau, wahai Rasulullah? beliau menjawab: “Ya, tidak juga aku, kecuali
bila Allah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadaku” (HR. Muslim).
Adapun mengapa amal ibadah seseorang tidak akan cukup untuk
diandalkan bisa menyelamatkannya dari ancaman siksa lalu untuk
membawanya ke dalam surga, adalah karena tidak berimbangnya antara
amal-amal itu dan tujuan-tujuan yang harus dicapai dengannya. Yakni
amal-amal itu, jika dinilai apa adanya, tetap saja sangat sedikit sekali
sehingga sama sekali tidak sebanding dengan tujuan-tujuannya. Pertama,
karena amal-amal itu memanglah sangat sedikit, disebabkan faktor
keterbatasan yang sangat terbatas dan kelemahan yang sangat lemah pada
diri manusia ciptaan Allah. Dan yang jelas, adalah karena setiap amal
yang dilakukan oleh seorang hamba mukmin, adalah dengan tujuan untuk
mewujudkan minimal empat kebutuhan dan kepentingan besarnya dalam hidup,
di dunia dan di akhirat. Dimana sebenarnya untuk tujuan memenuhi satu
kebutuhan dan kepentingan saja, jika kita renungkan rasanya sudah tidak
cukup, apalagi untuk memenuhi keempat-empatnya semuanya sekaligus (?).
Dan keempat tujuan dan sasaran amal tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, untuk memenuhi kewajiban syukur atas beragam nikmat Allah atasnya yang tidak terhingga;
“Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang
kamu mohonkan kepada-Nya.. Dan jika kamu (hendak) menghitung nikmat
Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu
sangat dzalim dan sangat kufur (mengingkari nikmat Allah)” (QS. Ibrahim:
34)..
“Dan jika kamu (hendak) menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu
tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. A-Nahl: 18).
Kedua, untuk tujuan sebagai pengimbang dan sekaligus penghapus dosa-dosa yang mungkin juga tidak terhitung;
“(Ingatlah) hari (dimana) Allah mengumpulkan kamu semua pada hari
pengumpulan. Itulah hari dinampakkan kesalahan-kesalahan. Dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beramal saleh, niscaya Allah
akan menutupi (menghapuskan) kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke
dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar” (QS.
At-Taghaabun: 9).
“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi waktu siang (pagi dan petang)
dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang
ingat.” (HR. Huud: 114).
عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “اتَّقِ
اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ” (رواه الترمذي وأحمد).
Dari Abu Dzarr ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pernah bersabda kepadaku:
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja
kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat
menghapuskannya, serta pergauililah manusia dengan akhlak yang baik.”
(HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).
Ketiga, untuk tujuan mendapatkan penjagaan,
perlindungan dan penyelamatan dari bermacam ragam potensi dan ancaman
keburukan atas dirinya, baik selama hidup di dunia, saat berada di alam
barzakh, maupun utamanya untuk bisa selamat dari ancaman siksa neraka di
akhirat kelak;
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنْتُ خَلْفَ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فَقَال:َ ” يَا غُلَامُ
إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ احْفَظْ اللَّهَ يَحْفَظْكَ احْفَظْ اللَّهَ
تَجِدْهُ تُجَاهَكَ إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلْ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ
فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ” (رواه الترمذي، وقال: هذا حديث حسن صحيح).
Dari Ibnu Abbas berkata: Aku pernah berada di belakang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
pada suatu hari, lalu beliau bersabda: “Hai ‘nak, sesungguhnya aku akan
mengajarimu beberapa kalimat; jagalah (syariah) Allah niscaya Ia pasti
menjagamu, jagalah Allah niscaya engkau mendapati-Nya dihadapanmu
(sewaktu-waktu). Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah dan bila
engkau meminta pertolongan, mintalah pertolongan kepada Allah” (HR.
At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Ini adalah hadits hasan shahih).
“Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan
antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan Akhirat,
suatu dinding yang tertutup (sebagai penghalang dan pelindung)”. (QS
Al-Isra’ : 45).
Dan keempat, untuk tujuan menggapai rahmat,
karunia dan pertolongan Allah dalam rangka memenuhi berbagai
kepentingan dan kemaslahatan yang dibutuhkannya selama hidup di dunia
ini, saat berada di alam kubur nanti, dan khususnya untuk memperoleh
rahmat terbesar berupa ridha-Nya, surga-Nya dan nikmat puncak bisa
melihat Wajah-Nya!
“ …… barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan
baginya jalan keluar; dan memberinya rezeki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu; ……. dan barang siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya” (QS. Ath-Thalaaq: 2-4).
“Mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sarana sabar dan shalat.
Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi
orang-orang yang khusyuk” (QS. Al-Baqarah: 45).
“Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah)
melalui sarana sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang
yang sabar” (QS. Al-Baqarah: 153).
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika
kamu kufur (mengingkari nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat
pedih” (QS. Ibraahiim: 7).
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
amalkan” (QS. An-Nahl: 97).
“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan
beramal saleh, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir
sungai-sungai di bawahnya. setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam
surga-surga itu, mereka mengatakan : “Inilah yang pernah diberikan
kepada kami dahulu.” mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk
mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang disucikan dan mereka kekal di
dalamnya” (QS. Al-Baqarah: 25).
Nah karena begitu sedikitnya amal-amal kita, dan karena begitu tidak
sebandingnya amal-amal itu dengan tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan
besar yang harus diraih dengannya, maka setiap kita selalu butuh curahan
rahmat Allah yang lain, yang bisa menjadikan amal-amal yang sangat
sedikit dan biasa-biasa saja itu, menjadi bernilai sangat banyak, dan
berpahala luar biasa. Dan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim telah dan
senantiasa menyediakan rahmat-rahmat-Nya untuk tujuan ini, seperti juga
rahmat-rahmat-Nya yang lain. Dan bentuk-bentuk rahmat yang berupa
pelipatgandaan nilai dan pahala amal, sebenarnya amat banyak dan
bermacam-ragam. Tinggal kita yang harus mencarinya, memilihnya dan
memanfaatkannya, sebaik-baiknya.
Pertama, rahmat dan karunia Allah yang berupa
pembedaan dalam kaidah penilaian dan balasan atau pembalasan antara amal
baik dan amal buruk. Dimana dalam kaidah umum, setiap amal baik
dilipatgandakan balasan pahalanya, sementara setiap amal buruk hanya
dibalas dan dicatat sesuai kadar keburukannya, tanpa dilipatkan, kecuali
untuk kemaksiatan-kemaksiatan atau kondisi-kondisi tertentu yang sangat
terbatas.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ
عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ
ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا
كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ
بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى
سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ
بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً
كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ
سَيِّئَةً وَاحِدَةً” (متَّفقٌ علَيْه).
Dari Ibnu Abbas radhilayyahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya (hadits qudsi), yang beliau
sabdakan; “Allah mencatat (pahala) kebaikan dan (dosa) kejahatan, ”
selanjutnya beliau menjelaskan; “Barangsiapa yang berniat (untuk
melakukan) suatu kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan (karena udzur
tertentu), Allah mencatatnya di sisi-Nya (pahala) satu kebaikan yang
sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya
menjadi sepuluh kebaikan, hingga dilipatgandakan menjadi tujuh ratus
kali, bahkan menjadi lipatganda yang banyak sekali (lebih dari itu).
Sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan suatu kejahatan kemudian
tidak jadi ia urungkan (karena sadar), maka Allah menulisnya disisi-Nya
dengan (catatan pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia berniat
kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan
saja” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Kedua, adanya amal-amal tertentu (sebenarnya juga
banyak) yang diistimewakan dengan balasan pahala berlipat-lipat tanpa
batas. Seperti misalnya: sabar, puasa, menyantuni janda lemah dan fakir
miskin, dzikir-dzikir tertentu, dan banyak lagi yang lainnya.
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada
Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh
kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang
yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS.
Az-Zumar: 10).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَالَ
اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي
وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ….. ” (الحديث، متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Allah Ta’ala telah berfirman: “Setiap amal anak Adam adalah
untuknya kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk Aku dan Aku Sendiri
yang akan memberi balasannya (yakni tanpa mengikuti kaidah
pelipatgandaan amal yang ada)….” (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ
وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَحْسِبُهُ قَالَ:
“وَكَالْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Orang yang membantu wanita janda dan orang miskin, (nilai dan
pahalanya) seperti orang yang berjihad dijalan Allah -aku mengira
beliau bersabda: Dan seperti orang yang shalat malam tidak pernah henti
dan seperti orang puasa yang tidak pernah berbuka (puasa terus menerus)”
(HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى
اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ
سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ” (متفق
عليه).
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Dua kalimat ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai oleh Allah Ar- Rahman yaitu: Subhaanallahil-’adziim dan Subhanallah wabihamdihi.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Ketiga, sebenarnya amal apapun bisa bernilai
istimewa dan berpahala ganda berlipat-lipat tidak seperti biasanya,
yaitu dengan cara memadukan dua unsur atau faktor yang bisa meninggikan
nilainya, yakni: faktor tingginya kwalitas amal dari aspek pelakunya,
misalnya karena terpenuhinya keikhlasan yang istimewa; dan faktor
ketepatan (baca: tepat) secara waktu, tempat, situasi, kondisi, dan
semacamnya, sesuai kebutuhan dan tuntutan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “بَيْنَا رَجُلٌ
يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا
ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ
الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ
خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ
فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ”، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ: “فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ
أَجْرٌ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan lalu dia
merasakan kehausan yang sangat sehingga dia turun ke suatu sumur lalu
minum dari air sumur tersebut. Ketika dia keluar didapatkannya seekor
anjing yang sedang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena
kehausan. Orang itu berkata:
“Anjing ini sedang kehausan seperti yang
aku alami tadi”. Maka (diapun turun kembali ke dalam sumur) dan diisinya
sepatunya dengan air dan sambil menggigit sepatunya dengan mulutnya dia
naik keatas lalu memberi anjing itu minum. Kemudian Allah-pun berterima
kasih kepadanya, dan mengampuninya (untuk seluruh dosanya)”. Para
sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dapat pahala
dengan berbuat baik kepada hewan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Pada setiap makhluq hidup ada pahala” (HR. Muttafaq ’alaih).
Keempat, adanya tempat-tempat dan waktu-waktu
tertentu yang, sebagai bukti luasnya rahmat dan tak terbatasnya
kemurahan Allah, telah dijadikan sebagai momentum-momentum teristimewa,
dimana amal menjadi bernilai luar biasa, dengan kelipatan pahala yang
istimewa atau bahkan super istimewa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah) nilainya
seribu kali lebih baik dibandingkan dengan (shalat di) masjid lain
kecuali di Al Masjidil Haram (yang berkelipatan sampai seratus ribu
kali, seperti dalam hadits lain)” (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ
الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ“، يَعْنِي أَيَّامَ
الْعَشْر.ِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
“وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ
وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” (رواه البخاري والترمذي وأبو داود وابن ماجة وأحمد).
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda: ” Tidak ada hari, dimana berbuat amal shalih lebih Allah
cintai selain hari-hari ini”, yakni 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah.
Para shahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa termasuk jihad fi sabilillah (juga tidak bisa menandingi)?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Termasuk jihad fi sabilillah
sekalipun (tidak bisa menandingi), kecuali seorang lelaki yang pergi
berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak kembali dengan sedikitpun
dari keduanya (yakni lalu gugur sebagai syuhada’)” (HR. Al-Bukhari,
At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
Dan salah satu momentum waktu teristimewa itu, seperti yang telah
disebutkan diatas, adalah momentum bulan suci Ramadhan, yang merupakan
bulan paling istimewa, paling mulia dan paling utama. Karena Allah
Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mengkhususkannya dengan beragam keistimewaan, berbagai kemuliaan dan
bermacam-macam keutamaan serta kelebihan yang tidak terdapat di
bulan-bulan yang lain.
Oleh karenanya, Ramadhan merupakan
salah satu momentum paling istimewa dan paling utama, serta paling
kondusif bagi kaum muslimin, secara individual maupun komunal, untuk
melakukan upaya-upaya penempaan, perbaikan dan perubahan diri serta
kehidupan dalam rangka mencapai tingkat keimanan, ketaqwaan dan
keshalehan yang lebih tinggi, dan untuk menggapai derajat kepribadian
mukmin-mukmin sejati yang diidam-idamkan. Dan untuk itu, maka berbagai
faktor pendukungpun disediakan dan diberikan dalam bulan yang mulia dan
penuh barokah tersebut, disamping faktor-faktor penghalang juga
dijauhkan dan dihilangkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ
فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ
أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ
فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ” (رواه النسائي وأحمد والبيهقي وصحّحَه الألباني).
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Ramadhan telah datang kepada kalian, -ia adalah- bulan
berkah, Allah -Azza wa Jalla- telah mewajibkan kepada kalian berpuasa.
Di bulan itu pintu-pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim
ditutup dan syetan-syetan pembangkang dibelenggu. Demi Allah di bulan
itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang
tidak mendapat kebaikannya, maka berarti sungguh benar-benar ia telah
terhalang/terjauhkan (dari kebaikan)” (HR. An-Nasaa-i, Ahmad, Al-Baihaqi
dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ramadhan adalah bulan limpahan rahmat, curahan barakah, guyuran
maghfirah, dan peluang teristimewa bagi pembebasan diri dari api Neraka.
Selama Ramadhan pintu-pintu ketaatan terbuka selebar-lebarnya dan
peluang-peluang kebaikan tersedia sebanyak-banyaknya, sementara itu
jalan-jalan kemaksiatan, keburukan dan kejahatan disempitkan
sesempit-sempitnya. Dan ini merupakan salah satu faktor pendukung
perubahan diri yang paling penting, dan yang harus dimanfaatkan
seoptimal mungkin selama Ramadhan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِذَا جَاءَ
رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ” (متَّفقٌ علَيْه).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda (yang artinya): “Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka
pintu-pintu Surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu Neraka ditutup
serapat-rapatnya, dan syetan-syetan pengganggu dibelenggu/dirantai
seerat-eratnya” (HR.Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ
شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ
أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ
الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ
مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda: ” Pada malam pertama bulan Ramadlan syetan-syetan dan jin-jin
yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun
pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun pintu
yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru, wahai yang mengharapkan
kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan
keburukan/maksiat berhentilah. Dan Allah memiliki hamba-hamba yang
terbebas dari api neraka, dan itu pada setiap malam (selama bulan
Ramadlan)” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasaa-i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).
Maka, bulan Ramadhan – dengan keistimewaan spesial tersebut – adalah
cermin terbaik dimana seseorang bisa melihat dan berhadap-hadapan face to face dengan
jiwa dan dirinya sendiri tanpa campur tangan dan gangguan syetan yang
selama ini selalu menjadi penghalang dan pengganggu utama, tentu dalam
rangka muhasabah dan evaluasi diri menuju kepribadian Islami yang paripurna.
Begitu pula dengan demikian tersedialah, di bulan termulia ini,
keleluasaan yang sangat langka bagi penempaan dan pembinaan diri serta
masyarakat secara optimal, total dan integral, menuju perubahan dan
reformasi hakiki sesuai dengan standar islami.
Selama Ramadhan, doa-doa dikabulkan, munajat didengar oleh Allah
Ta’ala, tobat dan istighfar hamba-hamba pendosa diterima oleh Dzat Maha
Pengampun dan Penerima tobat. Maka selama Ramadhan, dosa-dosapun
berguguran, kecuali bagi orang-orang yang memang tidak ingin
dosa-dosanya diampunkan.
Pahala amal dan ibadah dilipat gandakan, sampai-sampai ada satu malam diantara malam-malam istimewa Ramadhan, yang disebut Lailatul Qadr, yang keutamaan, fadhilah dan nilainya mengungguli amal selama seribu bulan.
“Lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al-Qadr: 3).
Ibadah-ibadah di bulan Ramadhan terasa demikian nikmat dan lezat,
sehingga semangat dan motivasi beribadah pun meningkat sangat mencolok,
khususnya pada sepuluh malam terakhir, dimana disunnahkan beri’tikaf di
masjid dengan berbagai rangkaian ibadah khususnya, sebagai upaya puncak
untuk menggapai taqwa. Dan karena keistimewaan ini, bulan Ramadhan bisa
menjadi parameter ibadah setiap orang beriman, baik secara kuantitas
maupun kualitas!
0 comments:
Posting Komentar