
Rasulullah Shallallahu Alaihis Sallam bersabda,
“Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, Allah menjadikan hatinya kaya, melancarkan semua urusannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, Allah menjadikannya miskin, mengacaukan semua urusan, dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).
- Barangsiapa bekerja untuk akhirat, Allah Ta’ala membuatnya kecukupan dalam masalah dunia.
- Barangsiapa memperbaiki hubungan dirinya dengan manusia, Allah memperbaiki urusan dirinya dengan manusia.
- Barangsiapa memperbaiki kondisi dirinya saat sendirian, allah memperbaiki kondisi dirinya saat bersama orang lain.”
Generasi tabi’in pencari akhirat membuat standart baru, yang merupakan inovasi dan standart akhirat dan menjelaskan salah satu konsep berjalan di jalan akhirat. Salah seorang generasi tabi’in, Al-Harits bin Qais Al-Ja’fi, berkata, “Jika Anda mengerjakan salah satu urusan akhirat, Anda jangan terburu-buru. Jika Anda sedang mengerjakan urusan dunia, hendaklah Anda terburu-buru. Jika Anda menginginkan kebaikan, makan jangan tunda. Jika setan datang kepada Anda saat Anda sedang shalat dan berkata kepada Anda, ‘Anda berbuat riya’, ‘shalatlah lebih lama lagi.”
Jika harta didefinisikan sebagai sesuatu yang dimiliki seseorang, misalnya emas, perak, real estate, dan lain-lain, maka salah seorang generasi tabi’in yang pemberani, Abu Hazim, pernah dipanggil salah seorang khalifah Bani Umaiyah. Lalu, ia mengatakan kebenaran kepada khalifah, tanpa takut kritikan. Ketika ditanya khalifah, “Apa harta yang Anda miliki?” Abu Hazim menjawab dan menjelaskan standart akhirat, “Percaya kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak memerlukan harta manusia.”
Anak cucu Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu mengajarkan salah satu standart akhirat kepada para khalifah pada masa mereka. Yaitu perihal hakikat harta dan siapa pemilik senjatinya. Sufyan bin Uyainah mengisahkan, “Hisyam bin Abdul Malik masuk ke Ka’bah, ternyata di sana sudah ada Salim bin Abdullah bin Umar. Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Salim bin Umar. Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Salim bin Abdullah bin Umar, ‘Hai Salim, ajukan seluruh kebutuhanmu kepadaku.’ Salim bin Abdullah bin Umar menjawab aku malu kepada Allah jika minta pada selain Dia di Baitullah ini.’
Orang-orang shalih, seperti Salim bin Abdullah bin Umar, “melihat” Allah Ta’ala di semua sepak terjang mereka di dunia. Karena itu, mereka diberi anugerah dapat melihat Allah Ta’ala di akhirat. Itulah kenikmatan terindah yang diberikan kepada mereka. Orang yang bermaksiat lupa pengawasan Allah pada dirinya saat ia bermaksiat. Akibat, ia gampang sekali bermaksiat. Salah seorang ahli ibadah dan orang terpercaya, Bilal bin Sa’ad, membuat standart akhirat ketika berkata, “Anda jangan melihat kecilnya dosa, namun lihatlah kepada siapa Anda bermaksiat?”
Ditulis Kembali Oleh Tim Redaksi
0 comments:
Posting Komentar