Wakaf Quran
News Update :

Generasi Tabi’in menciptakan Standard-Standard Baru

Jumat, September 07, 2007

Pasca generasi sahabat, datanglah generasi tabi’in. mereka (generasi tabi’in) meniru generasi sebelum mereka dan menciptakan standart akhirat berdasar sabda Rasulullah Shallallahu Alaihis wa Sallam dan perkataan generasi sahabat, agar standart tersebut menjadi lampu yang menyinari siapa saja yang ingin berjalan menuju jalan akhirat dan prinsip buku perjalanan di dunia supaya tidak terjadi penyimpangan.

Obsesi Dunia dan Obsesi Akhirat

Rasulullah Shallallahu Alaihis Sallam bersabda,
“Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, Allah menjadikan hatinya kaya, melancarkan semua urusannya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Dan, barangsiapa dunia menjadi obsesinya, Allah menjadikannya miskin, mengacaukan semua urusan, dan dunia datang kepadanya sebatas yang ditakdirkan untuknya.” (Diriwayatkan At-Tirmidzi).

Orang yang tahu tujuan penciptaan dirinya, yaitu beribadah kepada Allah Ta’ala, lalu menjadikan tujuan itu sebagai kesibukan utamanya tentu mengerjakan apa saja di dunia ini demi merealisir tujuan tersebut, Allah Ta’ala memberi kemudahan di seluruh urusan duniannya, dan ia tidak perlu bersusah payah “mengejar” dubia.

Di sisi lain, orang yang lupa tujuan penciptaan dirinya dan menjadikan dunia sebagai obsesi utamanya hanya memikirkan kebutuhan perut dan kemaluannya saja. Kita lihat dunia lari darinya dan ia lari mengejarnya dengan terengah-engah. Orang-orang shalih dulu saling menasihati temannya dengan standart akhirat. Itulah yang dijelaskan salah seorang generasi tabi’in, Aun bin Abdullah, saat berkata, “Orang-orang shalih menulis surat kepada sebagian lain berisi tiga pesan :

  1. Barangsiapa bekerja untuk akhirat, Allah Ta’ala membuatnya kecukupan dalam masalah dunia.
  2. Barangsiapa memperbaiki hubungan dirinya dengan manusia, Allah memperbaiki urusan dirinya dengan manusia.
  3. Barangsiapa memperbaiki kondisi dirinya saat sendirian, allah memperbaiki kondisi dirinya saat bersama orang lain.”

Point kedua dan ketiga tidak mungkin bisa dikerjakan point pertama, yaitu bekerja untuk akhirat, tidak dikerjakan.

Tidak Tergesa-gesa dalam Urusan Akhirat dan Terburu-buru dalam Urusan Dunia

Generasi tabi’in pencari akhirat membuat standart baru, yang merupakan inovasi dan standart akhirat dan menjelaskan salah satu konsep berjalan di jalan akhirat. Salah seorang generasi tabi’in, Al-Harits bin Qais Al-Ja’fi, berkata, “Jika Anda mengerjakan salah satu urusan akhirat, Anda jangan terburu-buru. Jika Anda sedang mengerjakan urusan dunia, hendaklah Anda terburu-buru. Jika Anda menginginkan kebaikan, makan jangan tunda. Jika setan datang kepada Anda saat Anda sedang shalat dan berkata kepada Anda, ‘Anda berbuat riya’, ‘shalatlah lebih lama lagi.”

Jika akhirat menjadi obsesi seseorang, kenapa ia mesti tergesa-gesa? Kenapa ia harus terburu-buru saat mengerjakan urusan akhirat, misalnya shalat, dzikir, dan qiyamul lail?

Jika seseorang takut salah dan mati mengenaskan (su’ul khatimah), kenapa ia mesti berlama-lama mengerjakan urusan dunia? Padahal, ia tahu dunia itu salah satu penyebab orang mati mengenaskan? Pencari akhirat tidak pantas lupa standart ini.

Apa Harta itu?

Jika harta didefinisikan sebagai sesuatu yang dimiliki seseorang, misalnya emas, perak, real estate, dan lain-lain, maka salah seorang generasi tabi’in yang pemberani, Abu Hazim, pernah dipanggil salah seorang khalifah Bani Umaiyah. Lalu, ia mengatakan kebenaran kepada khalifah, tanpa takut kritikan. Ketika ditanya khalifah, “Apa harta yang Anda miliki?” Abu Hazim menjawab dan menjelaskan standart akhirat, “Percaya kepada Allah Azza wa Jalla dan tidak memerlukan harta manusia.”

Itulah harta hakiki pencari akhirat, karena ia tahu harta lainnya bukan milik dirinya, tapi milik Allah Ta’ala.

Siapa Pemilik Hakiki Harta

Anak cucu Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu mengajarkan salah satu standart akhirat kepada para khalifah pada masa mereka. Yaitu perihal hakikat harta dan siapa pemilik senjatinya. Sufyan bin Uyainah mengisahkan, “Hisyam bin Abdul Malik masuk ke Ka’bah, ternyata di sana sudah ada Salim bin Abdullah bin Umar. Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Salim bin Umar. Hisyam bin Abdul Malik berkata kepada Salim bin Abdullah bin Umar, ‘Hai Salim, ajukan seluruh kebutuhanmu kepadaku.’ Salim bin Abdullah bin Umar menjawab aku malu kepada Allah jika minta pada selain Dia di Baitullah ini.’

Ketika Salim bin Abdullah bin Umar keluar dari Ka’bah, ia dibuntiti Hisyam bin Abdullah, yang kemudian berkata kepadanya, “Sekarang, engkau telah keluar dari Ka’bah, ajukan apa saja yang engkau perlakukan kepadaku.” Salim bin Abdullah bin Umar berkata kepada Hisyam bin Abdul Malik, ‘Kebutuhan dunia atau kebutuhan akhirat?’

Hisyam bin Abdu Malik berkata, “Tentu kebutuhan dunia.’ Salim bin Abdullah bin Umar berkata kepada Hisyam bin Abdul Malik, “Aku tidak pernah minta dunia kepada pemilik hakiki dunia. Bagaimana aku harus memintanya pada orang yang tidak memilikinya?”

Lihatlah, kepada Siapa Anda Bermaksiat?

Orang-orang shalih, seperti Salim bin Abdullah bin Umar, “melihat” Allah Ta’ala di semua sepak terjang mereka di dunia. Karena itu, mereka diberi anugerah dapat melihat Allah Ta’ala di akhirat. Itulah kenikmatan terindah yang diberikan kepada mereka. Orang yang bermaksiat lupa pengawasan Allah pada dirinya saat ia bermaksiat. Akibat, ia gampang sekali bermaksiat. Salah seorang ahli ibadah dan orang terpercaya, Bilal bin Sa’ad, membuat standart akhirat ketika berkata, “Anda jangan melihat kecilnya dosa, namun lihatlah kepada siapa Anda bermaksiat?”

Ditulis Kembali Oleh Tim Redaksi

Share this Article on :

0 comments: