SBY Terima Penghargaan “World Stateman Awards”
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, kehidupan yang harmonis, rukun, dan damai merupakan cita-cita yang dimulai sejak awal kemerdekaan. Para Bapak Bangsa menyadari Indonesia merupakan negara yang terdiri dari begitu banyak etnis, bahasa, dan juga agama. Sejak awal kemerdekaan Bangsa Indonesia memunyai tujuan sama, yakni hidup dalam keharmonisan dan menghormati hukum untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Hal itu dikatakan Presiden SBY usai menerima penganugerahan World Stateman Awards dari Yayasan Appeal of Conscience di Hotel The Pierre New York, Amerika Serikat, Kamis (30/5) malam waktu setempat.Acara gala dinner yang digelar Rabi Arthur Schneier dihadiri pejabat pemerintahan, pengusaha, dan pemuka agama.
Mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger yang memberikan pengantar sebelum Presiden SBY berpidato menghargai pembangunan demokrasi di Indonesia. Dalam 15 tahun, Indonesia bisa mengembalikan keadaan yang sebelumnya penuh dengan berbagai persoalan mulai inflasi yang mencapai 75 persen, konflik sosial, dan terorisme menjadi negara demokrasi seperti sekarang.
Presiden SBY menggarisbawahi apa yang disampaikan Kissinger bahwa 15 tahun lalu bangsa Indonesia sempat dikatakan akan terpecah-belah karena berbagai persoalan multidimensi yang dihadapi. Namun bangsa Indonesia bisa melewati skenario yang buruk itu dengan satu per satu menyelesaikan persoalan, mulai dari konflik di Aceh, memerbaiki hubungan dengan Timor Leste, menciptakan stabilitas politik, dan membangun demokrasi.
“Sekarang ini Indonesia boleh dikatakan sebagai sebuah cerita sukses dari transformasi demokrasi di abad ke-21,” kata Presiden yang disambut tepuk tangan para hadirin, seperti dikutip Metro TV.
Seperti bangsa-bangsa lain di dunia, Indonesia masih menghadapi persoalan yang berkaitan dengan ketidaktoleran. Kadang masih muncul konflik antarkomunal, perselisihan atas nama agama, dan radikalisme. Presiden menegaskan dirinya tidak akan memberikan toleransi terhadap berbagai penggunaan kekerasan atas nama apa pun dan akan melindungi kelompok minoritas.
“Saya menjamin bahwa hukum akan ditegakkan. Kami berupaya untuk hidup dalam kebebasan dan penuh rasa persaudaraan. Bahkan kami akan ikut serta menciptakan kerukunan di antara bangsa-bangsa di dunia,” kata Presiden.
Hanya saja, Presiden menambahkan, bahwa semua upaya ini tidak bisa dilakukan sendirian. Harus ada upaya bersama dari semua pihak dan pemimpin untuk bersama-sama melaksanakan tugas itu.
“Saya merasa bahwa penghargaan yang diberikan ACF merupakan penghargaan yang diberikan kepada bangsa Indonesia melalui saya,” kata SBY.
Prosesi Pemberian Penghargaan Tidak Diminati
Sementara itu, acara pemberian gelar Statesman Award untuk Presiden SBY tersebut tidak diminati masyarakat Indonesia yang ada di Amerika Serikat. Para hadirin tidak sampai setengah kapasitas ruangan The Pierre Hotel di Manhattan.
Akhirnya, Kedutaan besar RI di Washington, meminta orang-orang Indonesia dari berbagai negara bagian di Amerika Serikat untuk datang ke acara itu dengan dijemput, dan diantar pulang pergi. Selain itu juga disediakan makan siang, makan malam dan uang saku sebesar $100 per kepala.
Warga Indonesia, Abdul Mukhtar yang tinggal di New York menyatakan bahwa rekan-rekannya yang ada di New York, New Jersey, Philadelphia, Virginia, Washington DC, dan Maryland mendapat tawaran serupa dari Kedutaan RI di Amerika.
Akan tetapi banyak yang menolak, dan ruangan pun tetap kosong separuhnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, kehidupan yang harmonis, rukun, dan damai merupakan cita-cita yang dimulai sejak awal kemerdekaan. Para Bapak Bangsa menyadari Indonesia merupakan negara yang terdiri dari begitu banyak etnis, bahasa, dan juga agama. Sejak awal kemerdekaan Bangsa Indonesia memunyai tujuan sama, yakni hidup dalam keharmonisan dan menghormati hukum untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Hal itu dikatakan Presiden SBY usai menerima penganugerahan World Stateman Awards dari Yayasan Appeal of Conscience di Hotel The Pierre New York, Amerika Serikat, Kamis (30/5) malam waktu setempat.Acara gala dinner yang digelar Rabi Arthur Schneier dihadiri pejabat pemerintahan, pengusaha, dan pemuka agama.
Mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger yang memberikan pengantar sebelum Presiden SBY berpidato menghargai pembangunan demokrasi di Indonesia. Dalam 15 tahun, Indonesia bisa mengembalikan keadaan yang sebelumnya penuh dengan berbagai persoalan mulai inflasi yang mencapai 75 persen, konflik sosial, dan terorisme menjadi negara demokrasi seperti sekarang.
Presiden SBY menggarisbawahi apa yang disampaikan Kissinger bahwa 15 tahun lalu bangsa Indonesia sempat dikatakan akan terpecah-belah karena berbagai persoalan multidimensi yang dihadapi. Namun bangsa Indonesia bisa melewati skenario yang buruk itu dengan satu per satu menyelesaikan persoalan, mulai dari konflik di Aceh, memerbaiki hubungan dengan Timor Leste, menciptakan stabilitas politik, dan membangun demokrasi.
“Sekarang ini Indonesia boleh dikatakan sebagai sebuah cerita sukses dari transformasi demokrasi di abad ke-21,” kata Presiden yang disambut tepuk tangan para hadirin, seperti dikutip Metro TV.
Seperti bangsa-bangsa lain di dunia, Indonesia masih menghadapi persoalan yang berkaitan dengan ketidaktoleran. Kadang masih muncul konflik antarkomunal, perselisihan atas nama agama, dan radikalisme. Presiden menegaskan dirinya tidak akan memberikan toleransi terhadap berbagai penggunaan kekerasan atas nama apa pun dan akan melindungi kelompok minoritas.
“Saya menjamin bahwa hukum akan ditegakkan. Kami berupaya untuk hidup dalam kebebasan dan penuh rasa persaudaraan. Bahkan kami akan ikut serta menciptakan kerukunan di antara bangsa-bangsa di dunia,” kata Presiden.
Hanya saja, Presiden menambahkan, bahwa semua upaya ini tidak bisa dilakukan sendirian. Harus ada upaya bersama dari semua pihak dan pemimpin untuk bersama-sama melaksanakan tugas itu.
“Saya merasa bahwa penghargaan yang diberikan ACF merupakan penghargaan yang diberikan kepada bangsa Indonesia melalui saya,” kata SBY.
Prosesi Pemberian Penghargaan Tidak Diminati
Sementara itu, acara pemberian gelar Statesman Award untuk Presiden SBY tersebut tidak diminati masyarakat Indonesia yang ada di Amerika Serikat. Para hadirin tidak sampai setengah kapasitas ruangan The Pierre Hotel di Manhattan.
Akhirnya, Kedutaan besar RI di Washington, meminta orang-orang Indonesia dari berbagai negara bagian di Amerika Serikat untuk datang ke acara itu dengan dijemput, dan diantar pulang pergi. Selain itu juga disediakan makan siang, makan malam dan uang saku sebesar $100 per kepala.
Warga Indonesia, Abdul Mukhtar yang tinggal di New York menyatakan bahwa rekan-rekannya yang ada di New York, New Jersey, Philadelphia, Virginia, Washington DC, dan Maryland mendapat tawaran serupa dari Kedutaan RI di Amerika.
Akan tetapi banyak yang menolak, dan ruangan pun tetap kosong separuhnya.
0 comments:
Posting Komentar