Wakaf Quran
News Update :

Cara Meraih Keistimewaan Bulan Ramadhan

Kamis, Juni 13, 2013


Cara Meraih Keistimewaan Bulan Ramadhan

Oleh : Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri

Setiap hamba yang dipertemukan oleh Allah Ta’ala dengan bulan termulia Ramadhan, berarti telah diberi peluang istimewa untuk bisa meraih derajat kemuliaan istimewa pula. Tinggal apakah ia mau dengan sungguh-sungguh memanfaatkannya ataukah tidak.

Dan semua kita, meskipun kondisi berbeda-beda, dengan kejujuran iman dan mujahadah (usaha sungguh-sungguh) masing-masing, sesungguhnya berpeluang sama secara umum untuk bisa menggapai kemuliaan Ramadhan dengan semulia-mulianya dan seistimewa-istimewanya.

Maka, janganlah ada seorangpun yang merasa tidak bisa meraup sebesar dan sebanyak mungkin keberkahan bulan suci nan mulia ini, hanya karena ia berada dalam keadaan, kondisi dan situasi tertentu yang dinilai dan dianggapnya sebagai penghalang atau bahkan penghapus keberuntungannya pada Ramadhan kali ini atau kali kapanpun.

Karena untuk memperoleh keberkahan-keberkahan Ramadhan, jenis amal saleh apapun, sesuai kondisi, kemampuan dan kesanggupan masing-masing kita, sebenarnya tetap bisa dan berpeluang sama atau serupa untuk menjadi wasilah dan sarana.

Memang benar bahwa, amal-amal ibadah tertentu seperti puasa, shalat, tilawah Al-Qur’an, dzikir, doa, istighfar, i’tikaf, zakat, infak, sedekah dan semacamnya, merupakan wasilah-wasilah atau sarana-sarana prioritas utama untuk tujuan menggapai derajat taqwa istimewa di bulan Ramadhan seperti sekarang ini.

Namun yang perlu dipahami dan diyakini bahwa, sifat ibadah-ibadah tersebut sebagai prioritas amal Ramadhan tidaklah mutlak. Dan bukan segala-galanya seperti yang disikapi secara salah oleh tidak sedikit diantara kaum muslimin. Dimana ketika seseorang mengalami kondisi dan situasi tertentu yang menghalanginya dari ibadah-ibadah spesial tersebut atau sebagiannya selama Ramadhan, tak jarang ia lalu merasa sebagai orang yang paling tidak beruntung. Karena dengan demikian, dalam persepsinya, berarti ia telah kehilangan kesempatan untuk bisa memenuhi pundi-pundi pahalanya dan memperbanyak poin-poin kemuliaannya pada momentum teristimewa ini.

Tentu saja sikap seperti itu tidaklah tepat. Karena, sekali lagi, sifat ibadah-ibadah khusus diatas sebagai prioritas amal Ramadhan tidaklah mutlak, dan bukanlah segala-galanya. Itu memang berlaku seperti itu bagi umumnya orang yang berada dalam kondisi-kondisi normal dan biasa. Sehingga bagi siapapun diantara kita yang berkeleluasaan kondisi, haruslah senantiasa bersungguh-sungguh dalam upaya pemrioritasan dan pengistimewaan ibadah-ibadah ritual spesial tersebut. Namun bagi tak sedikit orang Islam lain, dengan kondisi-kondisi tertentu yang cukup spesifik, pada hakekatnya jenis amal saleh apapun yang mereka bisa sesuai kondisi, kesiapan dan kesanggupan yang dimiliki, tetap dapat berfungsi sama seperti amal-amal ibadah ritual diatas, dan sekaligus bisa menggantikan nilai dan pahala sebagian yang terhalang dari mereka, diantara amal-amal ibadah tersebut.

Maka yang harus dilakukan oleh setiap kita, saat kondisi mengahalanginya dari sebagian ibadah  spesial tertentu yang diinginkannya, baik di dalam Ramadhan maupun di luarnya, adalah dengan segera beralih kepada jenis-jenis atau bentuk-bentuk ibadah dan amal lain yang memungkinkan sesuai kondisinya itu, lalu yakinlah bahwa nilai serta pahala yang didapat bisa saja sama, atau bahkan bisa lebih tinggi lagi.

Karena harus diingat dan dicatat bahwa, sejatinya yang terpenting dalam amal dan ibadah seseorang itu bukanlah jenis dan bentuk amalnya, ataupun banyaknya hasil yang dapat dikumpulkan dalam bidang amal ibadah tertentu. Melainkan tingkat keimanannya, level kejujurannya, nilai kesungguhannya dan kualitas mujahadah (usaha keras)-nya dalam melakukan setiap amal atau ibadah yang sesuai dengan kondisi dan kesanggupannya, apapun jenis dan bentuk amal ibadah tersebut.

Oleh sebab itu, jawaban Baginda Rasulillah shallallahu ‘alaihi wasallam berbeda-beda atas pertanyaan sama yang diajukan oleh beberapa orang sahabat radhiyallahu ‘anhum. Yakni pertanyaan tentang: apakah amal yang paling afdhal (utama) itu? Sehingga para ulamapun, seperti Imam Ibnul Qayyim misalnya, akhirnya menyimpulkan bahwa, pada hakekatnya tidak ada satu amal ibadahpun yang merupakan amal ibadah paling afdhal (utama) secara mutlak bagi siapapun dan dalam kondisi apapun. Melainkan yang tepat bahwa, penentuan ke-paling afdhal-an amal ibadah itu menyesuaikan dan mengikuti perbedaan kondisi dan situasi serta kesanggupan orang perorang pelakunya. Wallahu a’lam!
Share this Article on :

0 comments: