Wakaf Quran
News Update :

MARI BERCERMIN DENGAN RAMADHAN!

Senin, Juni 17, 2013

MARI BERCERMIN DENGAN RAMADHAN!

“Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa (di bulan Ramadhan) sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu (menjadi lebih ) bertaqwa” (QS.Al-Baqarah: 183).

Rasanya baru “kemaren lusa” kita berpisah dengan bulan suci Ramadhan 1433. Tiba-tiba kita segera akan berjumpa dengan tamu agung itu lagi. Semoga Allah mengaruniakan taufiq-Nya kepada kita semua, sehingga bisa menggapai berbagai barakah di bulan mulia ini tahun ini, dan juga tahun-tahun mendatang.

Ramadhan adalah bulan istimewa bahkan paling istimewa dan paling utama, karena Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhususkannya dengan beragam keistimewaan dan bermacam-macam keutamaan serta kelebihan yang tidak terdapat di bulan-bulan yang lain. Dan karenanya, Ramadhan merupakan salah satu momentum paling istimewa dan paling utama, serta paling kondusif bagi kaum muslimin, secara individual maupun komunal, untuk melakukan upaya-upaya penempaan, perbaikan dan perubahan diri serta kehidupan dalam rangka mencapai tingkat keimanan, ketaqwaan dan kesalehan yang lebih tinggi, dan untuk menggapai derajat kepribadian mukmin-mukminah sejati yang diidam-idamkan. Dan untuk itu, maka berbagai faktor pendukungpun disediakan dan diberikan dalam bulan yang mulia dan penuh barokah tersebut, disamping faktor-faktor penghalang juga dijauhkan dan dihilangkan.

Maka beruntung dan berbahagialah orang beriman yang mampu dan mau mengoptimalkan pemanfaatan momentum istimewa ini, sehingga pasca Ramadhan iapun seperti terlahir kembali - dengan izin dan taufiq Allah - menjadi sosok pribadi mukmin baru yang serba istimewa pula. Dan sebaliknya, merugilah – di dunia dan di akherat - seseorang yang mengabaikan dan menyia-nyiakannya, sehingga Ramadhan demi Ramadhan lewat dan berlalu begitu saja, tanpa meninggalkan perubahan apapun dalam diri pribadi dan kehidupannya.

Salah satu keistimewaan Ramadhan adalah bahwa, ia merupakan syahrul muhasabah, yakni bulan evaluasi, introspeksi dan bercermin diri. Ya, Ramadhan adalah salah satu sarana dan momentum teristimewa bagi setiap kita untuk bermuhasabah dan bercermin, yang dengannya masing-masing akan bisa mengetahui level keimanannya dalam hati, kualitas ketaqwaannya kepada Allah Ta’ala, dan kadar kerinduannya pada kehidupan ukhrawi yang bahagia. Sehingga melalui cermin Ramadhan, seseorang bisa menguji diri dan hatinya, untuk mengetahui sudah berada di tingkat, peringkat dan kelas apakah ia? Apakah tingkat keimanan, keislaman dan ketaqwaannya masih tetap berada di tingkat dasar: dzalimun linafsih (penganiaya diri sendiri)? Atau sudah naik ke tingkat menengah/lanjutan: muqtashid (pas-pasan, sedang-sedang saja, biasa-biasa saja, dan dalam batas minimal aman dan selamat)? Ataukah bahkan alhamdulillah telah sampai ke tingkat lebih tinggi atau tertinggi: sabiqun bil-khairat (pelomba, pelopor dan terdepan dalam berbagai kebaikan)? (lihat QS. Faathir [35]: 32).

Dan bercermin diri dengan Ramadhan, sudah bisa serta harus kita lakukan sejak sebelum bulan mulia itu benar-benar tiba. Ya, seperti saat-saat ini misalnya, dimana bulan Ramadhan tahun 1434 ini insyaallah akan segera tiba sekitar tiga pekan lagi. Tepatnya pada tanggal 10 atau 9 Juli 2013 mendatang, sesuai perbedaan yang diprediksi hampir pasti terjadi terkait permulaan puasa Ramadhan tahun ini. Dan bercermin diri pra Ramadhan bisa kita lakukan antara lain misalnya, dengan cara masing-masing kita “meraba” hatinya, seraya bertanya pada diri sendiri, bagaimanakah kondisi dan sikapnya dalam menyongsong dan menyambut bulan mulia Ramadhan yang segera tiba?

Ya, bagaimana sikap hati ini ketika kita tahu bahwa, bulan termulia sudah semakin dekat dan telah di ambang pintu? Apakah hati kita justru masih merasa berat dan dada kita terasa “sesak” karena akan bertemu dengan bulan beban yang serba memberatkan, merepotkan dan mengekang kebebasan? Dimana jika demikian, berarti kita masih berada di kelas keimanan terendah: “dzalimun linafsih” (penganiaya diri sendiri). Bagaimana tidak dzalim dan aniaya terhadap diri sendiri, seorang muslim atau muslimah yang masih menganggap dan menyikapi bulan penuh limpahan rahmat, curahan barakah, dan luapan maghfirah, berbalik menjadi bulan beban yang dianggap malah memberatkan, merepotkan dan menyusahkan?

Ataukah kita sudah tidak merasa berat dengan kehadiran Ramadhan, dan insyaallah akan menyambutnya dengan menunaikan kewajiban puasa dengan baik, akan tetapi sikap hati kita masih biasa-biasa saja, datar-datar saja, sedang-sedang saja dan santai-santai saja? Dengan arti seolah-olah tidak ada yang khusus, spesial dan istimewa yang harus dipersiapkan dan dilakukan dalam upaya penyongsongan dan penyambutan sang tamu super agung ini, baik dalam aspek rasa hati, maupun penyikapan dan persiapan. Dan bila kita berada dalam kondisi hati dan sikap diri seperti ini terhadap bulan Ramadhan, maka berarti kita menempati kelas menengah/lanjutan dalam kualitas keimanan dan ketaqwaan, yakni kelas “muqtashid” (pertengahan/sedang-sedang saja). Memang sudah lebih baik daripada kelas “dzalimun linafsih”, namun tentu saja itu masih kurang. Karena bagaimana tidak kurang bila Ramadhan yang begitu luar biasa keistimewaannya, tetap disikapi sama sebagaimana bulan-bulan lainnya pada umumnya?

Nah, semoga kita semua tidak ada yang masih berada di kelas terendah “dzalimun linafsih”, juga tidak cukup puas di kelas menengah “muqtashid” saja. Melainkan telah berada dan atau terus selalu tak henti berupaya agar bisa naik ke peringkat, tingkat, level, dan kelas keimanan serta ketaqwaan yang lebih tinggi atau tertinggi, yakni kelas “sabiqun bil-khairat” (pelomba segala kebaikan). Dimana dalam konteks menyongsong dan menyambut kehadiran bulan suci Ramadhan yang segera tiba, kita berada dalam suasana hati dan nuansa batin yang sangat indah serasa berbunga-bunga, karena demikian rindunya ingin segera bersua dengan kekasih hati dan sang tamu agung nan mulia, yang senantiasa ditunggu-tunggu kehadirannya. Tentu sekaligus dibarengi dengan berbagai penyikapan dan persiapan yang mendukung kejujuran sikap hati tersebut! Baik berupa persiapan mental, pikiran, ilmu, fisik, finansial, antisipasi, perencanaan, dan lain sebagainya. Dan tentu saja doa kita juga, semoga kita dipertemukan Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun berikutnya lagi, tidak asal bertemu saja, melainkan dengan cara pertemuan yang sebaik-baiknya! Semoga!!! Aamiin!!!
Share this Article on :

0 comments: