Wakaf Quran
News Update :

Cara Berinteraksi Dengan Al Qur'an

Selasa, Juli 09, 2013


Cara Berinteraksi Dengan Al Qur'an
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya):

“Alif laam miin; Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; sebagai petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (QS. Al-Baqarah: 1-2).

 “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil).” (QS.Al-Baqarah: 185).

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran)” (QS. An-Nisaa’: 174).

 “Dan Kami turunkan Al-Qur’an sebagai penawar (penyembuhan) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian”. (QS Al-Isra’ : 82).

“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir”. (QS Al-Hasyr : 21).

“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran (diingat dan dipahami), maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran (mempelajari dan memahami)” (QS. Al-Qamar: 17, 22, 32 dan 40).


“Berkatalah Rasul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Quran itu sesuatu yang tidak diacuhkan” (QS. Al-Furqaan: 30).


Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

“إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِيْنَ” (رواه مسلم عن عمر بن الخطّاب رضي الله عنه).

”Sesungguhnya Allah meninggikan dengan Al-Qur’an ini derajat kaum-kaum tertentu (karena berinteraksi dengannya secara baik), dan merendahkan dengannya pula derajat kaum-kaum yang lain lagi (karena mengabaikan, menjauhi dan meninggalkannya)” (HR.Muslim dari Umar bin Al-Khatthab ra.).
Al-Qur’an sebagai sumber petunjuk, cahaya dan rahmat bagi kaum muttaqin, merupakan salah satu kunci utama yang paling efektif untuk membuka pintu-pintu perubahan dan perbaikan dalam diri pribadi dan kehidupan ummat serta masyarakat beriman. Dan hal itu hanya bisa terwujud melalui adanya pola interaksi dan hubungan yang baik dan harmonis dengan Kitabullah ini. Semakin dekat dan harmonis hubungan seseorang atau suatu masyarakat dengan Al-Qur’an, maka akan semakin terbukalah pintu-pintu perubahan dan perbaikan dalam kehidupan orang dan masyarakat tersebut.

Dan Ramadhan adalah momentum yang paling tepat dan kondusif untuk membangun dan meningkatkan keharmonisan hubungan dan interaksi dengan wahyu terakhir dari Allah ini. Bahkan barangkali sebagian kita merasa dan menyadari, sebelum Ramadhan kurang akrab dengan Al-Qur’an sehingga seakan-akan “berseteru” dengannya (karena kurang sering “menyapanya”), maka bulan ini salah satu waktu paling tepat untuk “berdamai” dengannya. Dan perlu diingat bahwa, yang butuh “berdamai” adalah kita, dan sama sekali bukan Al-Qur’an, apalagi Allah Ta’ala. Jadi ketika kita sampai “berseteru” dengan Kalamullah ini, maka kita sendirilah yang akan merugi dunia akhirat dengan kerugian yang sebesar-besarnya.

Sedangkan yang harus kita lakukan dalam rangka mengakrabkan diri dan mengharmoniskan hubungan dengan Al-Qur’an, adalah dengan berkomitmen untuk melakukan hal-hal sebagai berikut:

1.    Memperbaharui (tajdid) kualitas iman kepadanya

Beriman kepada Al-Qur’an dengan benar, jujur, dan sungguh-sungguh berarti  beriman kepadanya dengan memenuhi segala konsekuensinya, yakni dengan mengimani dan memahaminya sesuai kedudukan dan fungsinya yang sebenarnya, mengikutinya, menjadikannya petunjuk dan pedoman, memenuhi perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan informasi dan pemberitaannya, dan sebagainya. Tidak cukup dalam mengimani Al-Qur’an ini misalnya dengan hanya mengetahui atau mengakui bahwa Al-Qur’an itu wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebab jika iman kepada Al-Qur’an hanya sebatas itu, tentu tidak berbeda dengan yang dilakukan oleh banyak orang kafir sejak dahulu kala, dimana banyak diantara mereka, khususnya para tokoh dan ulama Ahli Kitab dan sebagian tokoh musyrik Quraisy,  yang mengetahui dan mengakui bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu Allah.

Dan iman kita kepada Kitabullah yang harus senantiasa kita evaluasi dan perbaharui, seharusnya meliputi seluruh muatan dan konsekuensinya, yakni: (1)- iman pengetahuan (iman ma’rifah) dengan arti mengetahui bahwa Al-Qur’an adalah wahyu terakhir yang Allah turunkan kepada nabi dan rasul terakhir pula, Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam; (2)- iman pengakuan (iman i’tiraf), yakni mengakui kewahyuan dan kebenarannya; (3)- iman pembenaran dan penerimaan (iman tashdiiq wa qabuul); (4)- iman kecintaan dan loyalitas (iman mahabbah wa walaa’); (5)- iman keridhaan (iman ridha) terhadap seluruh kandungannya; (6)- iman penghormatan dan pengagungan (iman ihtiraam wa ijlaal); (7)- iman ketaatan dan ittiba’ (iman thaa’ah wattibaa’); (8)- iman berhujjah dan berhukum (iman ihtijaaj wa tahkiim).

Perlu diketahui dan diingat bahwa, bentuk, tingkat dan kualitas penyikapan dan interaksi seseorang terhadap Al-Qur’an, adalah ditentukan oleh bentuk, tingkat dan kualitas keimanan serta pemahamannya terhadapnya. Oleh karenanya, masalah mengevaluasi dan memperbaharui iman kepada Al-Qur’an ini sangatlah penting dan mendasar dalam konteks pembahasan tentang interaksi dengan Al-Qur’an.

2.    Menjadikan Al-Qur’an sebagai wirid

Wirid disini berarti aktivitas yang kita lakukan secara kontinyu dan terjadwal. Sebagian wirid Qur’ani tersebut bisa jadi dilakukan setiap hari, seperti membacanya, mendengarkannya, dan menjadikannya dzikir. Bisa jadi pula beberapa wirid Qur’ani yang lain tidak dilakukan setiap hari, tetapi yang jelas kontinyu dan terjadwal. Sebagaimana seseorang menjadikan baca koran sebagai ‘wirid’ hariannya, seperti itu pula minimal seseorang menjadikan Al-Qur’an sebagai wirid hariannya. Bahkan, porsi membaca Al-Qur’an semestinya lebih banyak daripada porsi membaca koran.

Dan untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai wirid dengan berbagai bentuknya yang akan disebutkan, kita harus telah mampu menjadikannya sebagai hamm (kepedulian, perhatian dan kesibukan utama pikiran) kita. Dan salah satu alat ujinya adalah, jika dalam waktu-waktu senggang seperti di kendaraan, di ruang-ruang tunggu, di sela-sela kesibukan, dan semacamnya, yang pertama kali kita ingat untuk mengisinya dan menyibukkan diri dengannya adalah Al-Qur’an (baik dengan membacanya, mendengarkannya, maupun yang lainnya), selain tentu juga dzikir, maka berarti benar ia telah menjadi hamm kita. Namun jika yang lebih diingat oleh salah seorang dari kita adalah yang lainnya, seperti nasyid misalnya, atau apalagi melamun dan lain-lain semacamnya, maka berarti Al-Qur’an masih belum menjadi hamm-nya, yang berarti juga belum menjadi wirid utamanya!

a.    Wirid membaca (wirdut-tilawah)

Sebagaimana telah sering disebutkan, membaca Al-Qur’an memiliki banyak sekali keutamaan. Sekedar membaca saja ayat-ayat Al-Qur’an sudah merupakan suatu ibadah tersendiri yang pahalanya dihitung huruf demi hurufnya. Dan yang lebih esensial, membaca ayat-ayat Al-Qur’an merupakan pintu masuk untuk bisa berinteraksi lebih jauh dengan Al-Qur’an. Karena itu, kita harus banyak-banyak melakukannya.

 “Dan apabila kamu membaca Al-Qur’an, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan Akhirat, suatu dinding yang tertutup”. (QS Al-Isra’ : 45).


حَدَّثَنِي أَبُو أُمَامَةَ الْبَاهِلِيُّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لِأَصْحَابِهِ اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلَا تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ” (رواه مسلم).

(Abu Sallam) berkata, telah menceritakan kepadaku Abu Umamah Al Bahili ia berkata; Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Bacalah Al Qur`an, karena ia akan datang sebagai pemberi syafa’at kepada para pembacanya pada hari kiamat nanti. Bacalah Az-Zahrawain, yakni surat Al Baqarah dan Ali Imran, karena keduanya akan datang pada hari kiamat nanti, seperti dua tumpuk awan menaungi pembacanya, atau seperti dua kelompok burung yang sedang terbang dalam formasi, untuk membela pembacanya. Bacalah Al Baqarah, karena dengan membacanya akan memperoleh barokah, dan dengan tidak membacanya akan menyebabkan penyesalan, dan ia tidak dapat mampu dikuasai (dikalahkan/ditandingi) oleh tukang-tukang sihir.” (HR. Muslim).


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِي الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَتَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَأُ بِهَا” (رواه الترمذي وأبو داود، وقَالَ أَبُو عِيسَى: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ).

Dari Abdullah bin ‘Amru dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Kelak akan dikatakan kepada ahli (pembaca) Al Qur`an; Bacalah dan naiklah, bacalah dengan tartil sebagaimana kamu membacanya ketika di dunia dulu, karena sesungguhnya tempatmu(kedudukanmu/derajatmu) ada pada akhir ayat yang kamu baca.” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud. Abu Isa (At-Tirmidzi) berkata; Hadits ini hasan shahih).

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ” (متفق عليه).

 “Orang yang membaca Al-Qur’an dengan mahir akan bersama para malaikat mulia. Adapun orang yang membaca Al-Qur’an secara terbata-bata serta berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala “. (HR Al-Bukhari dan Muslim)


سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لَا أَقُولُ الم حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلَامٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ” (رواه الترمذي).

(Muhammad bin Ka’ab Al-Quradzi ra. Berkata:): Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:“Barangsiapa membaca satu huruf Al-Qur’an, ia akan mendapatkan satu amal kebajikan yang akan dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali. Aku tidak mengatakan : Alif Laam Miim adalah satu huruf, namun (yang aku maksud) ialah : ‘Alif  satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf”. (HR At-Tirmidzi).

“…وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمْ الْمَلَائِكَةُ وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ …” (الحديث، رواه مسلم عن أبي هريرة).


“… Dan tidaklah sekelompok orang berkumpul di suatu rumah diantara rumah-rumah Allah (masjid) untuk membaca Al Qur’an, dan mempelajarinya antar mereka, melainkan akan turun ketenangan pada mereka, mereka diliputi rahmat, dan dinaungi para malaikat, serta Allah akan menyebut-nyebut mereka pada malaikat-malaikat yang berada di sisi-Nya…” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ” (رواه مسلم).
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian ibarat kuburan, sesungguhnya syetan itu akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al Baqarah.” (HR. Muslim).

b.    Wirid mendengarkan (wirdul-istima’)

 “Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (QS. Al-A’raaf: 204).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ يَحْيَى بَعْضُ الْحَدِيثِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ قَالَ لِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَأْ عَلَيَّ قُلْتُ آقْرَأُ عَلَيْكَ وَعَلَيْكَ أُنْزِلَ قَالَ فَإِنِّي أُحِبُّ أَنْ أَسْمَعَهُ مِنْ غَيْرِي فَقَرَأْتُ عَلَيْهِ سُورَةَ النِّسَاءِ حَتَّى بَلَغْتُ { فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلَاءِ شَهِيدًا } قَالَ أَمْسِكْ فَإِذَا عَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ (متفق عليه).

Dari ‘Abdullah (bin Mas’ud) – Yahya (seorang perawi) berkata: sebagian Hadits ini dari ‘Amru bin Murrah –  berkata (yakni Ibnu Mas’ud); Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: “Bacakanlah Al Qur’an kepadaku!” Aku berkata; Bagaimana aku membacakan kepada Engkau, padahal Al Qur’an diturunkan kepada Engkau? Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku suka mendengarkannya dari orang lain.” Lalu aku membacakan kepada beliau surat An Nisaa’ hingga tatkala sampai ayat; “Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu)” (An Nisa; 41), ” beliau berkata; ‘Cukup.’ Dan ternyata beliau mencucurkan air mata (menangis)” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Demikianlah kita juga harus gemar mendengarkan bacaan Al-Qur’an, apalagi kemajuan teknologi elektronik dan informasi saat ini sangat memungkinkan bagi kita untuk melakukannya dengan semudah-mudahnya.

Wirid mendengarkan ini juga sangat ditekankan kepada para wanita pada saat mereka sedang sangat disibukkan oleh urusan rumahnya atau pada saat sedang berhalangan, sehingga – menurut pendapat jumhur ulama – tidak mungkin membacanya langsung. Dengan demikian, pada saat berhalangan pun seorang wanita tetap akan memiliki wirid yang bisa menjadi penjaga dirinya.

Dengan sering mendengarkan Al-Qur’an, juga kita akan lebih mudah menghafalnya.

c.  Wirid menghafal (wirdul-hifdz)

Kita harus memiliki jadwal menghafal Al-Qur’an, apakah setiap tiga hari sekali, sepekan sekali dan sebagainya. Sebagai generasi yang mencintai Al-Qur’an, sudah semestinya kita berusaha seoptimal mungkin untuk bisa menghafal ayat-ayat Al-Qur’an.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الَّذِي لَيْسَ فِي جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنْ الْقُرْآنِ كَالْبَيْتِ الْخَرِبِ” (رواه الترمذي وأحمد والدارمي، وقَالَ الترمذي: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ).


Dari Ibnu Abbas ia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya orang yang di dalam dadanya tidak ada sedikit pun al-Qur’an ibarat rumah yang rusak/runtuh.” (HR. At-Tirmidzi, Ahmad dan Ad-Darimi, dan At-Tirmidzi berkata; Hadits ini hasan shahih).


عَنْ أَبِي مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَعَاهَدُوا هَذَا الْقُرْآنَ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَهُوَ أَشَدُّ تَفَلُّتًا مِنْ الْإِبِلِ فِي عُقُلِهَا” (متفق عليه).

Dari Abu Musa dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Jagalah oleh kalian Al Qur`an ini (dengan banyak membaca dan mengulang-ulang hafalannya), karena demi Dzat yang jiwa Muhammad berada di Tangan-Nya, sungguh ia lebih cepat hilangnya daripada unta dari tambatannya.” (HR. Muttafaq ‘alaih).


d. Wirid tadabbur (wirdut-tadabbur)

Ayat-ayat Al-Qur’an tidaklah sekedar untuk dilafalkan huruf-hurufnya. Lebih dari itu, ayat-ayat yang kita baca dengan lisan hendaknya berusaha kita pahami, kita hayati dan kita renungkan. Dengan demikian, ayat-ayat yang kita baca tidak hanya keluar dari tenggorokan dan mulut kita tetapi juga masuk kedalam hati kita, mencerahkan pikiran dan mempertebal iman yang ada dalam dada.

Dan dalam hal tadabbur Al-Qur’an ini ada tiga hal yang penting diperhatikan, yaitu: pertama, yang pertama kali harus dimiliki oleh setiap kita, adalah semangat ingin memahami makna, isi dan kandungan Kalamullah yang ibarat surat khusus dari Allah kepada kita semua, hamba-hamba-Nya yang beriman dan yang dipilih (lihat QS. Faathir: 32); kedua, dalam melakukan upaya tadabbur, yang tentu saja berkait langsung dengan masalah penafsiran Al-Qur’an, harus dilakukan secara bertahap sesuai kondisi dan kapasitas keilmuan dan tingkat pemahaman setiap kita; dan ketiga, tetap harus berhati-hati dengan senantiasa berkomitmen pada kaidah-kaidah baku Ahlus-Sunnah wal-Jamaah dalam penafsiran Al-Qur’an, serta hanya merujuk kepada para ahli tafsir mu’tamad (terpercaya) dan kitab-kitab tafsirnya yang mu’tabar (diakui).

Ketika seseorang kurang atau bahkan sama sekali tidak bisa mentadabburi ayat-ayat Al-Qur’an dengan memahami maknanya, termasuk ayat-ayat dan surat-surat yang sudah ribuan kali dibaca minimal dalam shalat (seperti Al-Fatihah dan surat-surat pendek), mungkin saja ia beralasan dan berkilah karena tidak memahami bahasa Arab atau karena “menuduh” bahasa Al-Qur’an sulit! Tentu saja itu tidak benar sama sekali. Karena jujur, faktanya sebenarnya adalah karena ia belum atau tidak pernah benar-benar berniat dan berazam atau sungguh-sungguh berusaha! Bukankah Allah telah menjamin dan menjanjikan untuk memudahkan Al-Qur’an ini bagi siapa saja yang mau berusaha mengambil pelajaran darinya? (lihat QS. Al-Qamar yang telah dikutip dimuka).

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (menghayati dan mentadabbui) ayat-ayat-Nya dan supaya orang-orang yang mempunyai fikiran mendapat pelajaran (ibrah)” (QS. Shaad: 29).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan (menghayati dan mentadabburi) Al Quran? kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisaa’: 82).

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan (merenungkan dan mentadabburi) Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24).

e. Wirid dzikir Qur’ani (wirdudz-dzikr al-qur’ani)

Meskipun keseluruhan ayat-ayat Al-Qur’an adalah dzikir, akan tetapi yang terutama dimaksudkan disini adalah melakukan wirid dengan ayat-ayat dzikir yang dikhususkan, seperti Al-Fatihah, Ayat Kursi, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, tiga ayat terakhir Surah Al-Baqarah, dan sebagainya. Kita melakukannya pada setiap pagi dan petang, setiap seusai shalat fardhu, dan sebagainya, sesuai dengan yang telah dituntunkan oleh Sunnah Nabi saw.

3.    Mengikuti, mengamalkan, berakhlaq, berhujjah dan berhukum dengannya.

Apapun yang diperintahkan oleh Al-Qur’an harus kita laksanakan, dan apapun yang dilarang oleh Al-Qur’an harus kita tinggalkan. Jangan sampai kita membaca Al-Qur’an akan tetapi pada saat yang sama kita menginjak-injaknya karena menyalahi apa yang dinyatakan didalamnya. Jangan pula kita mengetahui kandungannya namun kita menyembunyikan atau bahkan mengingkarinya. Terhadap Al-Qur’an sikap kita hanya satu : sami’na wa atha’na (kami mendengar dan kami mentaatinya).

Demikian pula hendaknya kita berakhlaq dengan akhlaq Al-Qur’an. Ketika Aisyah ditanya tentang akhlaq Rasulullah, beliau mengatakan,”Akhlaq beliau adalah Al-Qur’an”. Ini artinya Rasulullah benar-benar mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari ajaran akhlaq yang dinyatakan dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Ajaran akhlaq dalam Al-Qur’an telah terinternalisasi dalam diri beliau.

 “Dan Al-Quran ini adalah Kitab yang Kami turunkan yang diberkahi, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat” (QS. Al-An’aam: 155).

 “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisaa’: 59).
 “Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. “Kami mendengar, dan kami patuh”. dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. An-Nuur: 51).

عَنْ سَعْدِ بْنِ هِشَامِ بْنِ عَامِرٍ قَالَ أَتَيْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ أَخْبِرِينِي بِخُلُقِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ كَانَ خُلُقُهُ الْقُرْآنَ أَمَا تَقْرَأُ الْقُرْآنَ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ  (وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيم) (رواه أحمد ومسلم والنّسائي وأبو داود وابن ماجة والدارمي).

Dari Sa’ad bin Hisyam bin Amir, dia berkata; saya mendatangi Aisyah seraya berkata; “Wahai Ummul Mukminin! Kabarkanlah kepadaku mengenai akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam!” (Aisyah) Berkata; “Akhlak beliau adalah Al Quran, bukankah engkau telah membaca Al Quran pada firman Allah Azza wajalla, WA INNAKA LA’ALA KHULUQIN AZHIM (Sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung.).” (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasaa-i, Abu Dawud, Ibnu majah dan Ad-Darimi).
4.    Mengajarkannya dan mendakwahkan nilai-nilai dan ajaran-ajarannya, serta membela dan memperjuangkannya.

Kita tidak boleh merasa cukup dengan diri kita sendiri. Apa yang sudah kita ketahui mengenai Al-Qur’an hendaknya kita ajarkan dan kita dakwahkan kepada orang lain.

عَنْ عُثْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ” (رواه مسلم).


Dari Utsman radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar Al Qur`an dan mengajarkannya.” (HR. Muslim).

Karena tanpa upaya terus menerus secara berkesinambungan dalam mendakwahkan Al-Qur’an dengan berbagai bentuk, beragam cara dan bermacam jalan, maka tidaklah akan segera terwujud salah satu target dan tujuan utama dakwah Islam, yakni untuk mendekatkan dan mengakrabkan masyarakat muslim kepada Al-Qur’an, serta mengembalikan mereka kepadanya.
Share this Article on :

0 comments: