Jakarta
- Rencana kebijakan pemerintah yang ingin menaikkan harga BBM
bersubsidi menimbulkan tanda tanya besar, bahkan dengan harga BBM
bersubsidi Rp4.500 per liter sebenarnya pemerintah tidak mengeluarkan
subsidi dari APBN.
Menurut orang dalam Pertamina yang tidak ingin
disebutkan namanya mengatakan, "Mas, perlu diketahui, istilah subsidi
itu hanya kebohongan pemerintah + Pertamina. Saya sendiri juga perih
menyaksikan kerakusan para pejabat di pertamina. Harga premium &
solar dari Russian oil itu cuma 425 USD per metrik ton atau sekitar
kurang dari Rp4.300 per liter. Melalui Petral angka 425 tersebut di-mark
up 300 USD sehingga menjadi 725 USD, dan oleh Pertamina disempurnakan
mark up-nya menjadi 950 USD, angka inilah yang kemudian disebut sebagai
harga pasar yang mengharuskan adanya istilah subsidi tersebut. Luar
biasa bajingan mas!!".
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif
Petromine Watch Indonesia, Urai Zulhendri mengatakan, jika memang isi
pesan tersebut memang benar adanya, maka pemerintah dan Pertamina
melakukan mark up harga mencapai 100% dari harga USD425 menjadi USD950,
Petral mengambil untung USD300 dan Pertamina mengambil untung USD125.
"Jelas,
bahwa ini mengindikasi PT Pertamina Energy Trading (Petral) anak usaha
PT Pertamina (Persero) masih menggunakan Perantara (mafia minyak) dalam
melakukan pembelian minyak mentah," katanya.
Tidak hanya itu, Urai
menduga kuat bahwa mark up yang dilakukan PT Pertamina (Persero)
sebesar USD125 dicurigai sebagai bentuk upeti atau Commitment Fee dari
Direktur Utama Pertamina Karen Agustiawan, yang diduga diberikan kepada
Ani Yudhoyono untuk mempertahankan posisinya sebagai Dirut Pertamina.
"BPK
harus berani mengaudit proses mark up yang diduga terjadi dalam
pembelian minyak yang dilakukan PT Pertamina (Persero) dan Petral,"
imbuhnya.
*sumber: actual.co
0 comments:
Posting Komentar