Wakaf Quran
News Update :

RAMADHAN DAN FIQIH MOMENTUM

Sabtu, Juli 20, 2013

RAMADHAN DAN FIQIH MOMENTUM
(Bagian 2)

Oleh : Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri

Nah karena begitu sedikitnya amal-amal kita, dan karena begitu tidak sebandingnya amal-amal itu dengan tujuan-tujuan dan kebutuhan-kebutuhan besar yang harus diraih dengannya, maka setiap kita selalu butuh curahan rahmat Allah yang lain, yang bisa menjadikan amal-amal yang sangat sedikit dan biasa-biasa saja itu, menjadi bernilai sangat banyak, dan berpahala luar biasa. Dan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim telah dan senantiasa menyediakan rahmat-rahmat-Nya untuk tujuan ini, seperti juga rahmat-rahmat-Nya yang lain. Dan bentuk-bentuk rahmat yang berupa pelipatgandaan nilai dan pahala amal, sebenarnya amat banyak dan bermacam-ragam. Tinggal kita yang harus mencarinya, memilihnya dan memanfaatkannya, sebaik-baiknya.

Pertama, rahmat dan karunia Allah yang berupa pembedaan dalam kaidah penilaian dan balasan atau pembalasan antara amal baik dan amal buruk. Dimana dalam kaidah umum, setiap amal baik dilipatgandakan balasan pahalanya, sementara setiap amal buruk hanya dibalas dan dicatat sesuai kadar keburukannya, tanpa dilipatkan, kecuali untuk kemaksiatan-kemaksiatan atau kondisi-kondisi tertentu yang sangat terbatas.

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً” (متَّفقٌ علَيْه).

Dari Ibnu Abbas radhilayyahu’anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya (hadits qudsi), yang beliau sabdakan; “Allah mencatat (pahala) kebaikan dan (dosa) kejahatan, ” selanjutnya beliau menjelaskan; “Barangsiapa yang berniat (untuk melakukan) suatu kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan (karena udzur tertentu), Allah mencatatnya di sisi-Nya (pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya menjadi sepuluh kebaikan, hingga dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali, bahkan menjadi lipatganda yang banyak sekali (lebih dari itu). Sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan suatu kejahatan kemudian tidak jadi ia urungkan (karena sadar), maka Allah menulisnya disisi-Nya dengan (catatan pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia berniat kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan saja” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Kedua, adanya amal-amal tertentu (sebenarnya juga banyak) yang diistimewakan dengan balasan pahala berlipat-lipat tanpa batas. Seperti misalnya: sabar, puasa, menyantuni janda lemah dan fakir miskin, dzikir-dzikir tertentu, dan banyak lagi yang lainnya.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az-Zumar: 10).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ ….. ” (الحديث، متفق عليه).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah Ta’ala telah berfirman: “Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk Aku dan Aku Sendiri yang akan memberi balasannya (yakni tanpa mengikuti kaidah pelipatgandaan amal yang ada)….” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَحْسِبُهُ قَالَ: “وَكَالْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ وَكَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ” (متفق عليه).

Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang yang membantu wanita janda dan orang miskin, (nilai dan pahalanya) seperti orang yang berjihad dijalan Allah -aku mengira beliau bersabda: Dan seperti orang yang shalat malam tidak pernah henti dan seperti orang puasa yang tidak pernah berbuka (puasa terus menerus)” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ” (متفق عليه).

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Dua kalimat ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai oleh Allah Ar- Rahman yaitu: Subhaanallahil-’adziim dan Subhanallah wabihamdihi.” (HR. Muttafaq ‘alaih).

Ketiga, sebenarnya amal apapun bisa bernilai istimewa dan berpahala ganda berlipat-lipat tidak seperti biasanya, yaitu dengan cara memadukan dua unsur atau faktor yang bisa meninggikan nilainya, yakni: faktor tingginya kualitas amal dari aspek pelakunya, misalnya karena terpenuhinya keikhlasan yang istimewa; dan faktor ketepatan (baca: tepat) secara waktu, tempat, situasi, kondisi, dan semacamnya, sesuai kebutuhan dan tuntutan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ”، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ: “فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ” (متفق عليه).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang sedang berjalan lalu dia merasakan kehausan yang sangat sehingga dia turun ke suatu sumur lalu minum dari air sumur tersebut. Ketika dia keluar didapatkannya seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena kehausan. Orang itu berkata: “Anjing ini sedang kehausan seperti yang aku alami tadi”. Maka (diapun turun kembali ke dalam sumur) dan diisinya sepatunya dengan air dan sambil menggigit sepatunya dengan mulutnya dia naik keatas lalu memberi anjing itu minum. Kemudian Allah-pun berterima kasih kepadanya, dan mengampuninya (untuk seluruh dosanya)”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah kita akan dapat pahala dengan berbuat baik kepada hewan?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Pada setiap makhluq hidup ada pahala” (HR. Muttafaq ’alaih).

Keempat, adanya tempat-tempat dan waktu-waktu tertentu yang, sebagai bukti luasnya rahmat dan tak terbatasnya kemurahan Allah, telah dijadikan sebagai momentum-momentum teristimewa, dimana amal menjadi bernilai luar biasa, dengan kelipatan pahala yang istimewa atau bahkan super istimewa.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ” (متفق عليه).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah) nilainya seribu kali lebih baik dibandingkan dengan (shalat di) masjid lain kecuali di Al Masjidil Haram (yang berkelipatan sampai seratus ribu kali, seperti dalam hadits lain)” (HR. Muttafaq ‘alaih).

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ“، يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْر.ِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ” (رواه البخاري والترمذي وأبو داود وابن ماجة وأحمد).

Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Tidak ada hari, dimana berbuat amal shalih lebih Allah cintai selain hari-hari ini”, yakni 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Para shahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa termasuk jihad fi sabilillah (juga tidak bisa menandingi)?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Termasuk jihad fi sabilillah sekalipun (tidak bisa menandingi), kecuali seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak kembali dengan sedikitpun dari keduanya (yakni lalu gugur sebagai syuhada’)” (HR. Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dan salah satu momentum waktu teristimewa itu, seperti yang telah disebutkan diatas, adalah momentum bulan suci Ramadhan, yang merupakan bulan paling istimewa, paling mulia dan paling utama. Karena Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhususkannya dengan beragam keistimewaan, berbagai kemuliaan dan bermacam-macam keutamaan serta kelebihan yang tidak terdapat di bulan-bulan yang lain.

Oleh karenanya, Ramadhan merupakan salah satu momentum paling istimewa dan paling utama, serta paling kondusif bagi kaum muslimin, secara individual maupun komunal, untuk melakukan upaya-upaya penempaan, perbaikan dan perubahan diri serta kehidupan dalam rangka mencapai tingkat keimanan, ketaqwaan dan keshalehan yang lebih tinggi, dan untuk menggapai derajat kepribadian mukmin-mukmin sejati yang diidam-idamkan. Dan untuk itu, maka berbagai faktor pendukungpun disediakan dan diberikan dalam bulan yang mulia dan penuh barokah tersebut, disamping faktor-faktor penghalang juga dijauhkan dan dihilangkan

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ” (رواه النسائي وأحمد والبيهقي وصحّحَه الألباني).

Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ramadhan telah datang kepada kalian, -ia adalah- bulan berkah, Allah -Azza wa Jalla- telah mewajibkan kepada kalian berpuasa. Di bulan itu pintu-pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup dan syetan-syetan pembangkang dibelenggu. Demi Allah di bulan itu ada satu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapat kebaikannya, maka berarti sungguh benar-benar ia telah terhalang/terjauhkan (dari kebaikan)” (HR. An-Nasaa-i, Ahmad, Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani).

Ramadhan adalah bulan limpahan rahmat, curahan barakah, guyuran maghfirah, dan peluang teristimewa bagi pembebasan diri dari api Neraka.

Selama Ramadhan pintu-pintu ketaatan terbuka selebar-lebarnya dan peluang-peluang kebaikan tersedia sebanyak-banyaknya, sementara itu jalan-jalan kemaksiatan, keburukan dan kejahatan disempitkan sesempit-sempitnya. Dan ini merupakan salah satu faktor pendukung perubahan diri yang paling penting, dan yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin selama Ramadhan.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ” (متَّفقٌ علَيْه).

Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Apabila bulan Ramadhan telah tiba, maka pintu-pintu Surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu Neraka ditutup serapat-rapatnya, dan syetan-syetan pengganggu dibelenggu/dirantai seerat-eratnya” (HR.Muttafaq ‘alaih).

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ 
عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: ” Pada malam pertama bulan Ramadlan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun pintu yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru, wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah. Dan Allah memiliki hamba-hamba yang terbebas dari api neraka, dan itu pada setiap malam (selama bulan Ramadlan)” (HR. At-Tirmidzi, An-Nasaa-i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).

Maka, bulan Ramadhan – dengan keistimewaan spesial tersebut – adalah cermin terbaik dimana seseorang bisa melihat dan berhadap-hadapan face to face dengan jiwa dan dirinya sendiri tanpa campur tangan dan gangguan syetan yang selama ini selalu menjadi penghalang dan pengganggu utama, tentu dalam rangka muhasabah dan evaluasi diri menuju kepribadian Islami yang paripurna.

Begitu pula dengan demikian tersedialah, di bulan termulia ini, keleluasaan yang sangat langka bagi penempaan dan pembinaan diri serta masyarakat secara optimal, total dan integral, menuju perubahan dan reformasi hakiki sesuai dengan standar islami.

Selama Ramadhan, doa-doa dikabulkan, munajat didengar oleh Allah Ta’ala, tobat dan istighfar hamba-hamba pendosa diterima oleh Dzat Maha Pengampun dan Penerima tobat. Maka selama Ramadhan, dosa-dosapun berguguran, kecuali bagi orang-orang yang memang tidak ingin dosa-dosanya diampunkan.

Pahala amal dan ibadah dilipat gandakan, sampai-sampai ada satu malam diantara malam-malam istimewa Ramadhan, yang disebut Lailatul Qadr, yang keutamaan, fadhilah dan nilainya mengungguli amal selama seribu bulan.

“Lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (QS. Al-Qadr: 3).

Ibadah-ibadah di bulan Ramadhan terasa demikian nikmat dan lezat, sehingga semangat dan motivasi beribadah pun meningkat sangat mencolok, khususnya pada sepuluh malam terakhir, dimana disunnahkan beri’tikaf di masjid dengan berbagai rangkaian ibadah khususnya, sebagai upaya puncak untuk menggapai taqwa. Dan karena keistimewaan ini, bulan Ramadhan bisa menjadi parameter ibadah setiap orang beriman, baik secara kuantitas maupun kualitas!
Share this Article on :

0 comments: