RAMADHAN DAN FIQIH MOMENTUM
(Bagian 2)
Oleh : Ustadz Ahmad Mudzoffar Jufri
Nah karena begitu sedikitnya amal-amal kita, dan karena
begitu tidak sebandingnya amal-amal itu dengan tujuan-tujuan dan
kebutuhan-kebutuhan besar yang harus diraih dengannya, maka setiap kita selalu
butuh curahan rahmat Allah yang lain, yang bisa menjadikan amal-amal yang
sangat sedikit dan biasa-biasa saja itu, menjadi bernilai sangat banyak, dan
berpahala luar biasa. Dan Allah Yang Maha Rahman dan Rahim telah dan senantiasa
menyediakan rahmat-rahmat-Nya untuk tujuan ini, seperti juga rahmat-rahmat-Nya yang
lain. Dan bentuk-bentuk rahmat yang berupa pelipatgandaan nilai dan pahala
amal, sebenarnya amat banyak dan bermacam-ragam. Tinggal kita yang harus
mencarinya, memilihnya dan memanfaatkannya, sebaik-baiknya.
Pertama, rahmat dan karunia Allah yang berupa pembedaan
dalam kaidah penilaian dan balasan atau pembalasan antara amal baik dan amal
buruk. Dimana dalam kaidah umum, setiap amal baik dilipatgandakan balasan
pahalanya, sementara setiap amal buruk hanya dibalas dan dicatat sesuai kadar
keburukannya, tanpa dilipatkan, kecuali untuk kemaksiatan-kemaksiatan atau
kondisi-kondisi tertentu yang sangat terbatas.
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ
وَجَلَّ قَالَ: “إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ
ذَلِكَ فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
حَسَنَةً كَامِلَةً فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ
عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ وَمَنْ هَمَّ
بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً
فَإِنْ هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً”
(متَّفقٌ علَيْه).
Dari Ibnu Abbas radhilayyahu’anhuma, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam yang beliau riwayatkan dari Rabb-nya (hadits
qudsi), yang beliau sabdakan; “Allah mencatat (pahala) kebaikan dan (dosa)
kejahatan, ” selanjutnya beliau menjelaskan; “Barangsiapa yang berniat (untuk
melakukan) suatu kebaikan lantas tidak jadi ia amalkan (karena udzur tertentu),
Allah mencatatnya di sisi-Nya (pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia
berniat lantas ia amalkan, Allah mencatatnya menjadi sepuluh kebaikan, hingga
dilipatgandakan menjadi tujuh ratus kali, bahkan menjadi lipatganda yang banyak
sekali (lebih dari itu). Sebaliknya barangsiapa yang berniat melakukan suatu
kejahatan kemudian tidak jadi ia urungkan (karena sadar), maka Allah menulisnya
disisi-Nya dengan (catatan pahala) satu kebaikan yang sempurna, dan jika ia
berniat kejahatan dan jadi ia lakukan, Allah mencatatnya sebagai satu kejahatan
saja” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Kedua, adanya amal-amal tertentu (sebenarnya juga banyak)
yang diistimewakan dengan balasan pahala berlipat-lipat tanpa batas. Seperti
misalnya: sabar, puasa, menyantuni janda lemah dan fakir miskin, dzikir-dzikir
tertentu, dan banyak lagi yang lainnya.
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang beriman,
bertakwalah kepada Tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan
memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya
orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS.
Az-Zumar: 10).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قَالَ اللَّهُ:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
….. ” (الحديث، متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata; Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah Ta’ala telah berfirman: “Setiap
amal anak Adam adalah untuknya kecuali shaum, sesungguhnya shaum itu untuk Aku
dan Aku Sendiri yang akan memberi balasannya (yakni tanpa mengikuti kaidah
pelipatgandaan amal yang ada)….” (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “السَّاعِي عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالْمِسْكِينِ
كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَأَحْسِبُهُ قَالَ: “وَكَالْقَائِمِ لَا يَفْتُرُ
وَكَالصَّائِمِ لَا يُفْطِرُ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
bersabda: “Orang yang membantu wanita janda dan orang miskin, (nilai dan
pahalanya) seperti orang yang berjihad dijalan Allah -aku mengira beliau
bersabda: Dan seperti orang yang shalat malam tidak pernah henti dan seperti
orang puasa yang tidak pernah berbuka (puasa terus menerus)” (HR. Muttafaq
‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ
ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ” (متفق عليه).
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
beliau bersabda: “Dua kalimat ringan di lisan, berat di timbangan, dan disukai
oleh Allah Ar- Rahman yaitu: Subhaanallahil-’adziim dan Subhanallah
wabihamdihi.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Ketiga, sebenarnya amal apapun bisa bernilai istimewa dan
berpahala ganda berlipat-lipat tidak seperti biasanya, yaitu dengan cara
memadukan dua unsur atau faktor yang bisa meninggikan nilainya, yakni: faktor
tingginya kualitas amal dari aspek pelakunya, misalnya karena terpenuhinya
keikhlasan yang istimewa; dan faktor ketepatan (baca: tepat) secara waktu,
tempat, situasi, kondisi, dan semacamnya, sesuai kebutuhan dan tuntutan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَال:َ “بَيْنَا رَجُلٌ يَمْشِي
فَاشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ فَنَزَلَ بِئْرًا فَشَرِبَ مِنْهَا ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا
هُوَ بِكَلْبٍ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنْ الْعَطَشِ فَقَالَ لَقَدْ بَلَغَ هَذَا
مِثْلُ الَّذِي بَلَغَ بِي فَمَلَأَ خُفَّهُ ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ ثُمَّ رَقِيَ
فَسَقَى الْكَلْبَ فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ فَغَفَرَ لَهُ”، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ
وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ أَجْرًا قَالَ: “فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ”
(متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada seorang laki-laki yang sedang
berjalan lalu dia merasakan kehausan yang sangat sehingga dia turun ke suatu
sumur lalu minum dari air sumur tersebut. Ketika dia keluar didapatkannya
seekor anjing yang sedang menjulurkan lidahnya menjilat-jilat tanah karena
kehausan. Orang itu berkata: “Anjing ini sedang kehausan seperti yang aku alami
tadi”. Maka (diapun turun kembali ke dalam sumur) dan diisinya sepatunya dengan
air dan sambil menggigit sepatunya dengan mulutnya dia naik keatas lalu memberi
anjing itu minum. Kemudian Allah-pun berterima kasih kepadanya, dan
mengampuninya (untuk seluruh dosanya)”. Para sahabat bertanya: “Wahai
Rasulullah, apakah kita akan dapat pahala dengan berbuat baik kepada hewan?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Pada setiap makhluq hidup ada
pahala” (HR. Muttafaq ’alaih).
Keempat, adanya tempat-tempat dan waktu-waktu tertentu
yang, sebagai bukti luasnya rahmat dan tak terbatasnya kemurahan Allah, telah
dijadikan sebagai momentum-momentum teristimewa, dimana amal menjadi bernilai
luar biasa, dengan kelipatan pahala yang istimewa atau bahkan super istimewa.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي
هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ”
(متفق عليه).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi
di Madinah) nilainya seribu kali lebih baik dibandingkan dengan (shalat di)
masjid lain kecuali di Al Masjidil Haram (yang berkelipatan sampai seratus ribu
kali, seperti dalam hadits lain)” (HR. Muttafaq ‘alaih).
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ
فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ“، يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْر.ِ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ: وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟ فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ”
(رواه البخاري والترمذي وأبو داود وابن ماجة وأحمد).
Dari Ibnu Abbas berkata, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda: ” Tidak ada hari, dimana berbuat amal shalih lebih Allah
cintai selain hari-hari ini”, yakni 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah. Para
shahabat bertanya: wahai Rasulullah, apa termasuk jihad fi sabilillah (juga
tidak bisa menandingi)?, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab:
“Termasuk jihad fi sabilillah sekalipun (tidak bisa menandingi), kecuali
seorang lelaki yang pergi berjihad dengan harta dan jiwanya lalu tidak kembali dengan
sedikitpun dari keduanya (yakni lalu gugur sebagai syuhada’)” (HR. Al-Bukhari,
At-Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).
Dan salah satu momentum waktu teristimewa itu, seperti yang
telah disebutkan diatas, adalah momentum bulan suci Ramadhan, yang merupakan
bulan paling istimewa, paling mulia dan paling utama. Karena Allah Ta’ala dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengkhususkannya dengan beragam
keistimewaan, berbagai kemuliaan dan bermacam-macam keutamaan serta kelebihan
yang tidak terdapat di bulan-bulan yang lain.
Oleh karenanya, Ramadhan merupakan salah satu momentum
paling istimewa dan paling utama, serta paling kondusif bagi kaum muslimin,
secara individual maupun komunal, untuk melakukan upaya-upaya penempaan,
perbaikan dan perubahan diri serta kehidupan dalam rangka mencapai tingkat
keimanan, ketaqwaan dan keshalehan yang lebih tinggi, dan untuk menggapai
derajat kepribadian mukmin-mukmin sejati yang diidam-idamkan. Dan untuk itu,
maka berbagai faktor pendukungpun disediakan dan diberikan dalam bulan yang
mulia dan penuh barokah tersebut, disamping faktor-faktor penghalang juga
dijauhkan dan dihilangkan
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ
فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ
وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ لِلَّهِ
فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ” (رواه
النسائي وأحمد والبيهقي وصحّحَه الألباني).
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Ramadhan telah datang kepada kalian, -ia adalah-
bulan berkah, Allah -Azza wa Jalla- telah mewajibkan kepada kalian berpuasa. Di
bulan itu pintu-pintu langit dibuka, dan pintu-pintu neraka Jahim ditutup dan
syetan-syetan pembangkang dibelenggu. Demi Allah di bulan itu ada satu malam
yang lebih baik dari seribu bulan. Barangsiapa yang tidak mendapat kebaikannya,
maka berarti sungguh benar-benar ia telah terhalang/terjauhkan (dari kebaikan)”
(HR. An-Nasaa-i, Ahmad, Al-Baihaqi dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Ramadhan adalah bulan limpahan rahmat, curahan barakah,
guyuran maghfirah, dan peluang teristimewa bagi pembebasan diri dari api
Neraka.
Selama Ramadhan pintu-pintu ketaatan terbuka
selebar-lebarnya dan peluang-peluang kebaikan tersedia sebanyak-banyaknya,
sementara itu jalan-jalan kemaksiatan, keburukan dan kejahatan disempitkan
sesempit-sempitnya. Dan ini merupakan salah satu faktor pendukung perubahan
diri yang paling penting, dan yang harus dimanfaatkan seoptimal mungkin selama
Ramadhan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ
فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ”
(متَّفقٌ علَيْه).
Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya): “Apabila bulan Ramadhan telah tiba,
maka pintu-pintu Surga dibuka selebar-lebarnya, pintu-pintu Neraka ditutup
serapat-rapatnya, dan syetan-syetan pengganggu dibelenggu/dirantai
seerat-eratnya” (HR.Muttafaq ‘alaih).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ
رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ
فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا
بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ
وَلِلَّهِ
عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ
Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wasallam bersabda: ” Pada malam pertama bulan Ramadlan syetan-syetan
dan jin-jin yang jahat dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada
satupun pintu yang terbuka dan pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satupun
pintu yang tertutup, serta seorang penyeru menyeru, wahai yang mengharapkan
kebaikan bersegeralah (kepada ketaatan), wahai yang mengharapkan
keburukan/maksiat berhentilah. Dan Allah memiliki hamba-hamba yang terbebas
dari api neraka, dan itu pada setiap malam (selama bulan Ramadlan)” (HR.
At-Tirmidzi, An-Nasaa-i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah).
Maka, bulan Ramadhan – dengan keistimewaan spesial tersebut
– adalah cermin terbaik dimana seseorang bisa melihat dan berhadap-hadapan face
to face dengan jiwa dan dirinya sendiri tanpa campur tangan dan gangguan syetan
yang selama ini selalu menjadi penghalang dan pengganggu utama, tentu dalam
rangka muhasabah dan evaluasi diri menuju kepribadian Islami yang paripurna.
Begitu pula dengan demikian tersedialah, di bulan termulia
ini, keleluasaan yang sangat langka bagi penempaan dan pembinaan diri serta
masyarakat secara optimal, total dan integral, menuju perubahan dan reformasi
hakiki sesuai dengan standar islami.
Selama Ramadhan, doa-doa dikabulkan, munajat didengar oleh
Allah Ta’ala, tobat dan istighfar hamba-hamba pendosa diterima oleh Dzat Maha
Pengampun dan Penerima tobat. Maka selama Ramadhan, dosa-dosapun berguguran,
kecuali bagi orang-orang yang memang tidak ingin dosa-dosanya diampunkan.
Pahala amal dan ibadah dilipat gandakan, sampai-sampai ada
satu malam diantara malam-malam istimewa Ramadhan, yang disebut Lailatul Qadr,
yang keutamaan, fadhilah dan nilainya mengungguli amal selama seribu bulan.
“Lailatul qadr itu lebih baik dari seribu bulan” (QS.
Al-Qadr: 3).
Ibadah-ibadah di bulan Ramadhan terasa demikian nikmat dan
lezat, sehingga semangat dan motivasi beribadah pun meningkat sangat mencolok,
khususnya pada sepuluh malam terakhir, dimana disunnahkan beri’tikaf di masjid
dengan berbagai rangkaian ibadah khususnya, sebagai upaya puncak untuk
menggapai taqwa. Dan karena keistimewaan ini, bulan Ramadhan bisa menjadi
parameter ibadah setiap orang beriman, baik secara kuantitas maupun kualitas!
0 comments:
Posting Komentar